Banyuwangi Etno Carnival (BEC)

Selasa, 01 November 2011

Gagasan Pemkab Banyuwangi menggelar Banyuwangi Etno Carnival (BEC), semacam karnaval seperti di Jember, mulai menuai protes dari sejumlah seniman dan putra daerah yang ada di luar Banyuwangi. Proyek yang dianggarkan Rp. 700 juta itu, rencananya akan menggunakan Event Organizer (EO) Profesional di bidang Karnaval yaitu JFC (Jember Fashion Carnaval) di bawah komando Dynand Fariz. Bahkan JFC akan dikontrak selama 3 tahun sebagai konsultan BEC, atau hingga panitia lokal mampu menyelenggarakan sendiri.
Konsep BEC tidak jauh berbeda dengan JFC, karena konseptornya memang orang yang sama. Namun penggagas dan Pemkab Banyuwangi bertekad, akan menggali potensi seni-budaya Banyuwangi dalam BEC. Jaminannya, JFC hanya sebagai konsultan untuk membuat karnaval yang menarik perhatian dan menyedot turis banyak. Sementara peserta BEC harus melalui seleksi dan yang melakukan adalah panitia lokal, orang-orang Banyuwangi dengan konsep yang diberikan oleh Konsultan. Menurut Samsudin Adhlawi, Penyair Banyuwangi yang sekarang menjadi GM Radar Jember, JFC tidak bisa menentuka peserta. Ini sebagai jawaban atas keraguan dan keresahan dari sejumlah kalangan, jika BEC akan digunakan ajang pamer kreasi para waria seperti JFC.
Samsudin lebih jauh menjelaskan, jika kehadiran JFC itu hanya untuk menjadikan BEC lebih bagus dibanding dengan karnaval yang ada. Mengingat JFC sudah berpengalaman 10 tahun menangani karnaval, serta dianggap berhasil menyedot pengunjung lokal maupun manca negara. Bahkan hotel-hotel di Jember menjadi penuh (full-booking) saat ada JFC, meski belum ada klarifikasi apakah mereka yang datang itu turis, atau peserta yang memang kebanyakan dari luar kota. Dasar inilah yang dijadikan Pemkab Banyuwangi dan Penggagas lain, untuk mengusung JFC yang berganti baju dengan nama BEC. Pemkab Banyuwangi tersbius banyaknya turis yang datang, karena akan paralel dengan masuknya rupiah ke Pemkab Banyuwangi.
Namun seniman Banyuwangi melalui Lang Lang Sitegar dalam status Facebook-nya, justru mengecam keras rencana BEC yang dianggap melecehkan seniman Banyuwangi. Lang Lang menganggap, uang Rp. 700 juta lebih baik digunakan membangun Gedung Kesenian daripada dihambur-hamburkan untuk mewadahi kegiatan yang dipelopori (maaf) waria. Sentiman gender ini yang menjadi sorotan Lang Lang, hingga pada upaya menggalang kekuata untuk menggagalkan BEC yang direncanakan bulan Oktober mendatang. Dalam pertemuan dengan Bupati Anas di Pendopo, para seniman mengaku tidak bisa leluasa mengemukan uneg-unegnya. Mengingat dalam pertemuan itu, pihak Pemkab sudah mengahadirkan JFC yang rencananya menjadi konsultan BEC.
Versi Choloq Baya, GM Radar Banyuwangi yang juga ikut dalam pertemuan, seniman Banyuwangi dilihat tidak kompak. Dalam pertemuan itu, tidak terus terang menyatakan setuju dan tidak setuju dengan alasan yang masuk akal. Inilah yang akhirnya menimbulkan dugaan, ketidaksetujuan itu akibat uang yang digunakan cukup besar dan diberikan kepada orang luar. Saya kurang setuju, kalau protes dari para seniman itu semata-mata dikaitkan dengan uang. Mereka punya dasar dan alasan tersendiri, karena urat nadi mereka memang Kesenian. Jadi mereka merasa terusik, jika kesenian itu akan dikendalikan pihak luar.
Ungkapan prihatin juga dikemukan Sumono Abdul Hamid, putra Banyuwangi pensiunan Krakatau Steel yang sekarang tinggal di Bogor. Menurut pemilik Blog www.padangulan.worldpress,com ini, seharusnya potensi yang ada dikembangkan bukan malah mendatangkan dari luar. Berikut kutiman komentar Pak Sumono dalam Bahasa Using: \\\\\\\”Kari sekaken…. kari sing duwe Visi……kadung berdasar sejarah Blambangan, ono pilihan…..Carnival bertema Fauna……( ini berdasar lambang Blambangan KEBO Mas) Carnival bertema Flora ( ini mengingat Blambangan adalah pusat logisik Majapahit)…..Carnival bertema bangsa yang menjalin hubungan dan bermukim d i Blambangan, Portugis, Inggris, Belanda, Arab( Yaman) ,China , Bugis, Palembang ( Bengkolen) , Jowo, Medura, Bali……Maluku, karena ada kerajaan di Maluku arane Hitu, yang mengaku masih keturunan Sunan Giri…….lan iki masih mungkin meminta partisipasi dulur kang magih exist ring Banyuwangi ….insyaalloh siap”
Penyair Using senior, Andang Chotib Yusuf yang pernah diajak dalam pertemuan itu, mencoba menengahi mereka yang tidak setuju dan yang setuju. Menurut Andang, Bupati Banyuwangi ingin mengelompokan acara kesenian Banyuwangi dalam bentuk karnaval menjadi tiga bagian. Pertama yang bernafaskan Islam, akan digelar pada bulan Ramadhan (festival Patrol) atau Arak-arakan Endog-endogan. Kedua yang bernuansa modern, yaitu BEC yang direncanakan bulan oktober. Ketiga yang bernuansa tradisional, yaituFestival Kuwung yang dilaksanakan setiap Hari Jadi Banyuwangi bulan Desember. Tujuan pengelompokan itu, untuk meningkatkan kunjungan wisata, serta menjaga kemurnian masing-masing.
Sekarang sudah jelas, maksud dan tujuan Pemkab Banyuwangi. Namun tetap yang menjadi pertanyaan besar dari para seniman Banyuwangi. Kenapa harus kontrak dengan EO luar dalam waktu yang cukup lama? Apakah tidak ada cara lain, selain menggunakan konsultan. Misalnya dengan menggelar workshop, pesertanya para seniman Banyuwangi yang selama ini terlibat dalam acara karnaval. Pola semacam itu, bisa menjadi seniman Banyuwangi mendapatkan wawasan tentang pengelolaan karnavl yang profesional, namun untuk mempertahankan kultur yang ada, serta terus kreatif menggali potensi yang dimilki Bumi Blambangan.

0 komentar:

Posting Komentar